my famly

my famly
kebersamaan

Minggu, 26 Februari 2012

ekonomi riau

PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL DAN DAERAH RIAU
SERTA PERMASALAHANNYA

I. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Sehingga kita peru melakukan pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus memperkirakan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
Istilah pe mbangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya mau pun negara satu dengan negara lainnya. Peting bagi kita untuk dapat memilki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada PDRB suatu provinsi, kabupaten dan kota. Namun muncul kemudian alternatif definisi pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan income per capita(pendapatan per kapita). Definisi ini lebih menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihtingkat pertumbuhan penduduk.
Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri.Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Lincolin Arsyad, 1999 ; Blakely E. J, 1989).

Tolok ukur 2 keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Disini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para teoretikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoretikus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan (Produk Domestik Bruto) PDB dan PDRB saja, akan tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan oleh masyakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).
Selain itu masalah ketimpangan ekonomi antardaerah tidak hanya tampak pada wilayah kecamatan, kabupaten, provinsi melainkan juga pada antar Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, Kawasan Barat Indonesia (Kabarin) dan Kawasan Timur Indonesia (Katimin). Berbagai program yang dikembangkan untuk mengurangi maupun menghilangkan ketimpangan antar daerah selama ini ternyata belum mencapai hasil yang memadai.Alokasi anggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tampaknya lebih perlu diperhatikan. Strategi alokasi anggaran tersebut harus mendorongdan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan/ketimpangan regional (Majidi, 1997).
Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecendrungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.

Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan ( backwash effects ) mendominasi pengaruh yangmenguntungkan ( spread effects ) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran.
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan tradisional. Beberapa ekonomi modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengurangan distribusipendapatan yang semakin timpang dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan paraekonom ini membawa perubahan dalam paradigma pembangunan yang mulai menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Mudrajat Kuncoro, 2003).
Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan antar daerah seringkali menjadi permasalahan yang serius. Beberapa daerah dapat mencapai pertumbuhan yang signifikan, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah yang tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki; adanya kecendrungan pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik,jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi juga tenaga terampil. Disamping itu juga adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat atau Propinsi kepada daerah seperti propinsi atau kecamatan (Mudrajat Kuncoro, 2004) .
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi/daerah yang cukup kaya baik dengan hasi lbumi berupa migas dan hasil perkebunan berupa kelapa sawit, nenas, kelapa, karet dan lainnya. Akan tetapi masyarakat masih belum puas dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masing-masing daerah. Hal ini tentu saja akan dapat menimbulkan gejolak bagi daerahyang tidak puas.

II. PEMBAHASAN
1. Perbandingan PDB Nasional Menurut Provinsi
Distribusi PDB Nasional menurut provinsi merupakan indikator utama di antara indikator lain yang umum untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu negara. Jika PDRB relatif sama antar povinsi, maka PDB nasional relatif merata ntar provinsi, sehingga ketimpangan pembangunan antar provinsi relatif kecil.
Salah satu fakta yang memprihatinkan adalah bahwa jika output agregat dihitung tanpa minyak dan gas (migas), kontribusi PDB dari wilayah-wilayah yang kaya migas, seperti di Aceh, Riau, Kalimantan Timur menjadi lebih kecil lagi.Aceh menyumbang 3% terhadap PDB Indonesia; tanpa gas hanya menyumbang 50%. Hal ini berarti 50% dari perekonomian Aceh tergantung pada perekonomian sektor gas.
Begitu pula dengan Riau dan Kalimantan Timur yang menyumbang 5% pada PDB Indonesia, sedangkan tanpa minyak perannya hanya 2%. Namun, pada tahun 2000, kontirbusi output regional yang dihasilkan oleh Aceh dan Kaltim dengan dukungan sektor migas menurun menjadi 2,5% dan 1,6%, sedangkan Riau mengalami peningkatan menjadi 5,4%. Hal ini memberikan kesan bahwa bukan suatu jaminan bagi kinerja ekonomi suatu daerah yang kaya akan migas.
2. PDRB Rata-rata per Kapita antar Provinsi
Karena tujuan dari pembangunan ekonomi adalah miningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ini umum diukur dengan pendapatan rata-rata per kapita, maka distribusi PDB Nasional menurut provinsi menjadi indikator yang tidak berarti dalam mengukur ketimpangan pembangunan ekonomi regional jika tidak dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata per kapita.
Jika PDRB per kapita di atas 2 juta rupiah dianggap tinggi dan sebaliknya di bawah 2 juta dianggap rendah, dan pertumbuhan PDB per kapita tinggi jika di atas 3%, dan rendah jika lebih kecil dari 3%. Hasil perhitungan Tadjoeddin dkk. (2001) menunjukkan bahwa PDRB dari 7 daerah pusat migas di Indonesia, yakni Aceh Utara, kepulauan Riau dan Bengkalis, Kutai, Bulungan dan Balikpapan, dan Fakfak (Papua) menguasai 72% dari PDB migas nasional. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa semua daerah ini dengan jumlah penduduk yang hanya 9% dari total populasi Indonesia menyumbang 33% dari PDB Nasional.
3. Konsumsi rumah Tangga per Kapita antar Provinsi
Pengeluran Konsumsi C Rumah Tangga (RT) per kapita per provinsi merupakan salah satu indikator alternatif yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat perbedaan dalam tingkat kesejahteraan penduduk atntar provinsi. Konsepnya adalah semakin tinggi pendapatan per kapita suatu daerah, maka akan semakin tinggi juga pengeluaran konsumsi per kaita di daerah tersebut. Dalam hal ini juga terdapat 2 asumsi, yaitu sifat menabung dari masyarakat tidak berubah (S terhadap PDRB tidak berubah) dan pangsa kredit di dalam RT juga konstan. Tinggi rendahnya pengeluara C RT tidak dapat selalu mencerminkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita di suatu daerah, tanpa kedua asumsi tersebut.
Dengan memakai data BPS mengenai pengeluaran riil C RT per kapita, ditemukan adanya polarisasi dalam distribusi C RT per kapita antarprovinsi. Sebagian wilayah di Indonesia memiliki tingkat C RT per kapita yang rendah, lewat hal ini dapat dikatakan menjadi refleksi dari kenyataan bahwa sebagian daerah di Indonesia masih belum menikmati pembangunan ekonomi.
Perbedaan dalam derajat pemerataan provinsi dapat diukur dengan distribusi pendapatan C menurut kelompok populasi per provinsi. Tingkat ketimpangan dikatakan tinggi jika 40% penduduk berpendapatan rendah (berpengeluaran rendah), hanya menikmati pendapatan kurang dari 12% dai seluruh pendapatan. Jika 40% penduduk berpendapatan rendah dapat menikmati kurang dari 12% sampai dengan 17% dari seluru pendapatan, maka hal ini berarti telah terjadi ketimpangan sedang. Dan bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati lebuh dari 17% dari seluruh pendapatan penduduk, tingkat ketimpangan rendah.
Tampak juga bahwa daerah-daerah di pulau Jawa memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar pulau Jawa. Namun demikian, beberapa provinsi di pulau Jawa juga memiliki pengeluaran C makanan yang relatif rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya, seperti Bali, Kalimantan Timur, sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari semua pengeluaran atas pembelian barang dan jasa dikurangi dengan hasil penjualan neto dari barang bekas atau apkiran. Pengeluaran konsumsi rumah tangga juga meliputi nilai barang dan jasa yang dihasilkan untuk konsumsi sendiri, seperti hasil kebun, peternakan, kayu bakar dan biaya hidup lainnya serta barang-barang dan jasa.
Di samping itu, pengeluaran untuk pemeliharaan kesehatan, pendidikan, rekreasi, pengangkutan dan jasa-jasa lainnya termasuk dalam konsumsi rumah tangga. Pembelian rumah tidak termasuk pengeluaran konsumsi, tetapi pengeluaran atas rumah yang ditempati seperti sewa rumah, rekening air, listrik, telepon dan lain-lain merupakan konsumsi rumah tangga.
Penghitungan pengeluaran konsumsi rumah tangga dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu:
1). Pengeluaran konsumsi rumah tangga di pasar suatu daerah adalah pembelian langsung di pasar tersebut baik oleh penduduk maupun rumah tangga bukan penduduk daerah tersebut.

2). Pengeluaran konsumsi rumah tangga meliputi pembelian langsung di pasar tersebut, ditambah dengan pembelian langsung penduduk daerah ini yang dilakukan di luar negeri atau daerah lain, dikurangi dengan pembelian langsung di pasar domestik oleh rumah tangga di luar penduduk daerah tersebut.

4. Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu PDB (untuk konteks nasional) dan PDRB (untuk konteks regional), ternyata hanya dapat melihat pembangunan ekonomi saja. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, sehingga tidak hanya menangkap perkembangan perekonomian tetapi juga perkembangan aspek sosial dan kesejahteraan manusia.
Pembangunan manusia memiliki banyak dimensi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan manusia denganmelihat perkembangannya. Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, yaitu:
• Membangun indikator guna mengukur dimensi dasar pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih.
• Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana.
• Membentuk satu indeks komposit dibanding menggunakan sejumlah indeks dasar.
• Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi. Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari dimensi umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan hidup, pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi dari angka partisipasi sekolah, dan standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per kapita (Purchasing Power Parity).
Di Indonesia penghitungan IPM pertama kali dilakukan atas kerjasama BPS dan UNDP Indonesia pada tahun 1996. IPM yang dihasilkan menunjukkan hasil bandingan antar Provinsi di Indonesia periode tahun 1990 dan 1993. Oleh karena Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai sumber data penghitungan IPM baru dilaksanakan tahu 1990, maka indeks sebelum tahun tersebut tidak dapat dilakukan.
Penghitungan IPM di Indonesia juga sempat mengalami perubahan, terutama dalam penghitungan standar kehidupan di tingkat provinsi. UNDP menggunakan PDB riil per kapita yang disesuaikan sebagai proxy dari pendapatan untuk menghitung IPM global. Nilai maksimum yang digunakan adalah target yang ingin dicapai pada akhir pembangunan jangka panjang kedua, yaitu pada tahun 2018. Sementara itu, nilai ambang batas tingkat pendapatan ditetapkan dari suatu tingkat pendapatan tertentu yang telah disesuaikan untu kondisi Indonesia. Penghitungan IPM Kota Samarinda dilakukan dengan tetap menggunakan prinsip-prinsip dasar penghitungan IPM dalam HDR global.
5. Tingkat Kemiskinan
Pemerintah memperkirakan angka kemiskinan nasional pada 2009 berkisar 12-13,5 % atau lebih rendah dari 2008 yang mencapai 15,4 %. Pada 2008, pada Rapat Kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, BPS mengeluarkan laporan tingkat kemiskinan di tanah air mancapai 15,4 %. Dengan berbagai program 2009 dan dana pendamping diperkirakan akan berkurang menjadi 12 hingga 13,5 % angka kemiskinan.
Namun demikian Paskah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, dalam perhitungan pesimistis Bappenas memperkirakan angka kemiskinan nasional pada tahun ini sekitar 12-14 %. Untuk menanggulangi kemiskinan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 sejumlah upaya yang akan dilakukan yakni bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan penguatan Usaha Mikro dan Kecil (UKM).
Program Bantuan dan Perlindungan Sosial di bidang pendidikan melalui penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk semua jenjang pendidikan dasar baik negeri maupun swasta. Program BOS ini dimaksudkan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa lain agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat belajar.
Sasaran program BOS pada 2009 yakni 27,1 juta siswa SD dan 9,5 juta siswa SMP yang mana untuk sekolah umum disediakan anggaran untuk 3,7 juta anak, sedangkan untuk madrasah sebanyak 1,5 juta siswa.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan perhatian pada sisi kesehatan penduduk miskin, diharapkan 75,4 juta penduduk miskin dapat memperoleh pelayanan kesehatan kelas III , seluruh penduduk mendapatkan pelayanan dasar di Puskesmas atau jaringannya. Termasuk juga masalah ketersedianya obat generik esensial, obat flu burung, obat bagi korban bencana, maupun obat untuk jemaah haji serta obat program dan vaksin.
Dari sisi pemberdayaan masyarakat, pada tahun 2009 pemerintah mengalokasikan lebih dari 10 triliun rupiah untuk mendukung program PNPM Mandiri yang diantaranya; penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana lingkungan pemukiman, sosial dan ekonomi secara padat karya. Sedangkan untuk penguatan UKM akan dilakukan penyediaan dana bergilir bagi kegiatan produktif skala usaha mikro, penyediaan skim jaminan kredit UKM, fasilitas pengembangan pemasaran usaha mikro melalui koperasi dan pembinaan sentra produksi UKM di daerah yang masih tertinggal.

6. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB
Bicara tentang kontribusi sektoral PDRB, kita perlu suatu daerah untuk dijadikan contoh. Sebut saja provinsi Bengkulu Utara. Data PDRB yang merupakan salah satu indikator ekonomi daerah menunjukkan ternyata selama jangka waktu analisis sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten Bengkulu Utara tidak mengalami banyak perubahan.
Sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya, hingga saat ini struktur ekonomi regional Kabupaten Bengkulu Utara yang didominasi oleh sektor pertanian. Dalam kurun waktu 5 tahun pengamatan, sektor pertanian telah menjadi sektor penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Bengkulu Utara dengan kontribusi sekitar 36%-37% dari total PDRB. Sedangkan, sektor dengan kontribusi paling kecil Bengkulu Utara adalah sektor listrik, gas dan air bersih, yaitu hanya sebesar 0, 24%-0, 25%.
Dapat kita lihat dari kontribusi rata-rata per sektor, sumbangan sektor pertanian adalah sebesar 36% dari total PDRB. Kemudian di posisi kedua adalah sektor jasa-jasa dengan kontribusi sebesar 17%, dan pada posisi ketiga adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14%.
7. Faktor Penyebab Ketimpangan
A. Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam pembanguna ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak dinikmati di Jawa.

Jika keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di luar pulau Jawa akan rugi dan semakin miskin saja, karena:
1. daerah akan kekurangan L yang terampil, K serta SDA yang dapat diolah untuk keperluan sendiri.
2. Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan sektor non primer khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah struktur ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke industri.
3. Tingkat pendapatan masyarakat di daerah semakin rendah sehingga pasar output semakin lama, dan menyebabkan perkembangan investasi di daerah semakin kecil.
Ketimpangan dalam distribusi kegiatan ekonomi antarwilayah Indonesia terlihat jelas dalam tidak meratanya pembagian kegiatan industri manifaktur antar provinsi. Daerah Jawa didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki NT tinggi, khususnya industri manufaktur, sedangkan di luar Jawa didominasi oleh sektor yang memiliki NT rendah, seperti pertanian. Karena kepincangan struktur inilah terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dan industri di luar Jawa yang rendah disebabkan karena pasar lokal yang kecil, infrastruktur yang terbatas, serta kurang SDM.
B. Alokasi Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa krangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur.
Terpusatnya I di wilayah Jawa, disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan birokrasi yang terpusat selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah daerah), konsentrasi penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di wilayah luar Jawa. Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada beberapa sumber daya alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Sumber daya alam secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
C. Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah.
Salah satu pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi penghalang mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau dan dikontrol agar tetap teratur.
D. Perbedaan SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada (T).
Penguasaan T dan peningkatan taraf SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor ini lebih penting daripada SDA. Memang SDA akan mendukung pembangunan dan perkembangan, tetapi akan percuma jika memiliki SDA tapoi minim dengan T dan SDM.
Program desentralisasi dan otonomi daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan baik. Keragaman kemampuan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas dan penerapan bertahap menurut kemampuan daerah.
Dalam proses pemulihan ekonomi nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu, proses desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan, pada tingkat daerah, khususnya daerah Tingkat II. Hal ini merupakan kerja nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.


III. KESIMPULAN DAN SARAN

I. KESIMPULAN

1. Di dalam pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, daerah yang termasuk daerah yangmengalami cepat maju dan cepat tumbuh ( high growth and high income ) hanya 1 (satu)daerah saja yakni Kota Pekanbaru. Daerah atau kabupaten yang dikategorikan berkembangcepat dalam arti pertumbuhan ( high growth but low income ) adalah Kabupaten Pelalawan,Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Kabupaten Siak. Untuk daerah atau kabupaten yang 13maju tapi tertekan ( high income but low growth ) adalah pada Kabupaten Indragiri Hilir,Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar, sedangkan daerah yang pembangunan ataupertumbuhan ekonominya relatif tertinggal adalah Kabupaten Rokan Hilir, Dumai danKabupaten Bengkalis.
2. Selama periode pengamatan 2003-2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan menurut Indeks entropi Theil,ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataanpembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan. Sebagai akibatnya tidak terbuktinya hipotesis Kuznets di Provinsi Riau yang mengatakan adanya kurva U terbalik.

3. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
4. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
5. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus memperkirakan potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
6. Teori basis ekonomi berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan teori ini adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan.
7. Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten.
8. Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industri lewat pemberian subsidi dan insentif.
2. SARAN
1.Perlunya perhatian pemerintah secara serius untuk mengatasi masalah-masalah yangberhubungan dengan ekonomi terutama untuk memeratakan pembangunan dan PDRB per kapita penduduk di kabupaten atau daerah yang ada. Salah satunya adalah denganmeningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat atau sentra ekonomi di daerah melaluipemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat.

2. Konsolidasi antar daerah atau kabupaten dengan pemerintahan provinsi perlu dilakukanagar pelaksanaan pembangunan dapat terlaksana secara menyeluruh sehingga pemerataanpembangunan dapat tercapai dan ketimpangan terhadap pembangunan ekonomi dapatdiminimalisir.






DAFTAR PUSTAKA
Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja GrafIndustrido Persada.
Tambunan, Tulus. 2003. Perekonomian Industridonesia Beberapa Masalah PentIndustrig. Jakarta: Ghalia Industridonesia.
http://www.google.com
http://www.wikipedia.com
Majidi, N. 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi antar Daerah. Prisma, LP3SSjafrizal. 1997.
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPFE,YogyakartaBlakely, E. J. 1989.
Planning Local Economic Development: Theory and Practice . California: SAGEPublication, IncAswandi, H dan Kuncoro, Mudrajad. 2002.

Todaro, M.P. 2000.Economic Development , Seventh Edition, New York, Addition Wesley Longman, Inc.Ying, L.G. 2000. China’s Changing Regional Disparities during the Reform Period. Journal EconomicGeography
Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja GrafIndustrido Persada.
Tambunan, Tulus. 2003. Perekonomian Industridonesia Beberapa Masalah PentIndustrig. Jakarta: Ghalia Industridonesia.
http://www.google.com
http://www.wikipedia.com

Selasa, 21 Februari 2012

PERMASALAHAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI RIAU

PERMASALAHAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI RIAU

I.    PENDAHULUAN

Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi, seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992, Tentang Perkoperasian. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional.

Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasiaspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis;Nilai-nilai. Koperasi mendasarkan diri pada nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain;


Perkembangan ekonomi dunia saat ini merupakan saling pengaruh dua arus utama, yaitu   teknologi   informasi dan globalisasi. Teknologi informasi secara langsung maupun tidak langsung kemudian mempercepat globalisasi. Berkat teknologi informasi, perjalanan ekonomi dunia makin membentuk ”dirinya” yang baru, menjadi Kapitalisme Baru berbasis Globalisasi (Capra 2003; Stiglitz 2005; Shutt 2005). Banyak sudah program-program prestisius pengembangan koperasi. Koperasi juga tak kunjung selesai dibicarakan, didiskusikan, “direkayasa”, diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan yang dilakukan mulai dari akademis (penelitian, pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi teknologi).

Pengembangan koperasi dalam dimensi pembangunan nasional yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan pendapatan antar golongan dan antar pelaku, ataupun penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu, pengembangan koperasi diharapkan mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan meningkatnya perekonomian daerah, dan ketahanan ekonomi nasional.
Pertumbuhan koperasi diberbagai sektor hendaknya dapat mengimplementasikan dan menumbuhkembangkan prakarsa dari semua pihak yang terkait, terutama yang menyangkut aspek penciptaan investasi dan iklim berusaha yang kondusif, kerjasama yang harmonis dan sinergi antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat pada tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Mengingat peran koperasi yang dapat bertahan terhadap krisis ekonomi, prakarsa berbagai pihak terkait diharapkan dapat terus meningkatkan peran koperasi dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan. Dalam rangka peningkatan kinerja koperasi, melalui pencapaian sasaran dan tujuan, baik untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota maupun meningkatkan kemampuan koperasi untuk memperoleh sisa hasil usaha, maka koperasi sebagai lembaga ekonomi perlu meningkatkan daya saingnya, agar dalam menjalankan usahanya selalu berpedoman pada efisiensi dan efektifitas usaha. Cara terbaik untuk melaksanakan usaha yang berdasar kepada unsur-unsur efisiensi dan efektifitas usaha adalah melalui pelaksanaan sistem manajemen yang baik

Ketertinggalan pada sektor pertanian khususnya di pedesaan disebabkan kebijakan masa lalu yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki (Basri. Y.Z, 2003). Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga. Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam  penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan  skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Slah satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui  lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya  mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya sulit diterapkan mekanisme pasar. Masyarakat desa jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih. Dalam pemberdayaan  ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga di pedesaan bisa tercapai swasembada berbagai produk 3 pertanian, terutama pangan, sebelum memasuki era industrialisasi. Lebih spesifik, ketahanan pangan lokal harus tercapai lebih dahulu (Basri. M, 2007).

II.    IDENTIFIKASI, BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

Koperasi dan usaha kecil-menengah merupakan bentuk dan jenis usaha yang digolongkan dalam ekonomi kerakyatan karena sifatnya mandiri dan merupakan usaha bersama. Ketahanan ekonomi daerah tergantung pada pelakupelaku ekonomi, termasuk kinerja koperasi dan usaha kecil-menengah. Untuk itu, kekuatan ekonomi akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kekuatan sinergi kolektif yang dinaungi oleh koperasi berjalan sebagaimana mestinya.
Kegiatan ini memfokuskan pada pengembangan kerangka berfikir untuk mencari alternatif pengembangan koperasi dalam era otonomi daerah, dikaitkan dengan penyusunan model-model pemusatan pengembangan koperasi di bidang pembiayaan dilakukan terhadap beberapa potensi daerah yang dapat dilayani koperasi dibidang pembiayaan, sentra-sentra produksi rakyat yang dapat dikembangkan dan analisis terhadap daya dukung SDM, modal, lembaga keuangan dan teknologi.
Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai
hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan
ekonomi. Selama periode  2002-2007 pertumbuhan ekonomi Riau sebesar
8,40%, pertumbuhan yang tinggi ini ditopang oleh sektor pertanian khususnya
subsektor perkebunan.
Guna memacu pertumbuhan ekonomi khususnya di pedesaan, Pemerintah
Daerah Riau mencanangkan pembangunan melalui program pemberantasan
kemiskinan, kebodohan dan pembangunan infrastruktur (lebih dikenal dengan
program K2I). Program K2I ini mengacu kepada Lima Pilar Utama pembangunan
Daerah Riau sebelumnya,  yaitu:


1.   pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan;
2.   pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia;
 3.  pembangunan  kesehatan/olahraga;
4.   pembangunan/kegiatan seni budaya; dan
5. pembangunan  dalam rangka meningkatkan iman dan taqwa. Pembangunan  ekonomi kerakyatan  difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di pedesaan, nelayan, perajin, dan pengusaha industri kecil. 

Berdasarkan informasi dan data yang ada pada Dinas Koperasi Propinsi Riau,
rataan umur koperasi sekitar 10,2 tahun dengan rentangan 5,21 tahun sampai
16,4 tahun. Apabila dibandingkan dengan perusahaan bisnis lainnya, maka koperasi
di Propinsi Riau cukup matang dalam perkembangannya dan tentu akan memperlihatkan  dampak terhadap kesejahteraan anggotanya. Secara sinerji kemajuan koperasi itu  seharusnya sudah memperlihatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan perekonomian  terutama di daerah pedesaan. Hal ini disebebakan sebagian besar koperasi itu berada  di daerah pedesaan, khususnya di daerah-daerah sentra produksi pertanian.
Guna memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan
di masa datang, maka pemerintah Daerah Riau melalui  Dinas Koperasi dan
UKM menetapkan arah kebijakan pembangunan bidang Koperasi dan  UKM
(Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007), antara lain: Mengembangkan
koperasi dan usaha kecil-menengah melalui pembinaan pengembangan koperasi
dan UKM secara umum dalam  pelaksanaan ekonomi kerakyatan guna
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan  serta kegiatan-kegiatan produktif yang
mempunyai nilai tambah; Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi  produktif
dan efisien dalam bentuk koperasi dan UKM melalui perluasan wawasan pengetahuan,  organisasi, manajemen usaha, dan pengalaman untuk meningkatkan kualitas pelayanan  kepada anggota masyarakat sehingga dapat meningkatkan keyakinan masyarakat dan  dunia usaha lainnya untuk menanamkan investasi pada koperasi dan UKM





III.    Permasalahan Umum Koperasi Pedesaan di Indonesia

Mubyarto (2002) menjelaskan ekonomi saat ini juga tidak harus dikerangkakan pada teori-teori Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas tidak dapat menjadi obat bagi masalah-masalah masyarakat Indonesia dewasa ini.

Ekonomi rakyat yang sejatinya dicoba untuk menjadi pola bebas dari substansi intermediasi dan dikotomi privat sphere dan publik sphere, seperti Koperasi, malah menjadi representasi kooptasi globalisasi dan neoliberalisme dan secara tidak sadar mematikan dirinya sendiri secara perlahan-lahan. Istilah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, misalnya dijelaskan Mubyarto (2002) bukanlah kooptasi dan pengkerdilan usaha mayoritas rakyat Indonesia, tetapi merupakan kegiatan produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.

Secara khusus kelemahan koperasi di pedesaan antara  lain:

1)    pada penentuan kepengurusan dan manajemen koperasi masih dipengaruhi oleh rasa tenggang rasa sesama masyarakat  bukan didasarkan pada kualitas kepemimpinan dan kewirausahaan;

2)    budaya manajemen masih bersifat feodalistik paternalistik  (pengawasan belum berfungsi). Ini disebabkan karena terbatasnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki (khususnya untuk level manajemen). Masih lemahnya jiwa  kewirausahaan dan rendahnya tingkat pendidikan pengurus;

3)    anggota koperasi  di pedesaan pada umumnya sangat heterogen, baik dari sisi budaya, pendidikan, maupun lingkungan sosial ekonominya;

4)    usaha yang dilakukan tidak  fokus, sehingga tingkat profitabilitas koperasi masih rendah. Akibatnya pengembangan aset koperasi  sangat lambat dan koperasi sulit untuk berkembang;

5)    masih rendahnya kualitas pelayanan koperasi terhadap anggota maupun non  anggota. Ini berakibat rendahnya partisipasi anggota terhadap usaha koperasi;

6)    masih lemahnya sistem informasi di tingkat koperasi, terutama informasi harga terhadap komoditas pertanian sehingga akses pasar produk pertanian dan produklainnya masih relatif sempit;

7)    belum berperannya koperasi sebagai penyalur sarana produksi pertanian di pedesaan dan sebagai penampung hasil produksi pertanian.


IV.    PERKOPERASIAN DI PROVINSI RIAU

Berdasarkan informasi dan data yang ada pada Dinas Koperasi Propinsi Riau,
rataan umur koperasi sekitar 10,2 tahun dengan rentangan 5,21 tahun sampai
16,4 tahun. Apabila dibandingkan dengan perusahaan bisnis lainnya, maka koperasi
di Propinsi Riau cukup matang dalam perkembangannya dan tentu akan memperlihatkan  dampak terhadap kesejahteraan anggotanya. Secara sinerji kemajuan koperasi itu seharusnya sudah memperlihatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan perekonomian terutama di daerah pedesaan. Hal ini disebebakan sebagian besar koperasi itu berada  di daerah pedesaan, khususnya di daerah-daerah sentra produksi pertanian.
Guna memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan
di masa datang, maka pemerintah Daerah Riau melalui  Dinas Koperasi dan
UKM memetapkan arah kebijakan pembangunan bidang Koperasi dan  UKM
(Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007), antara lain: Mengembangkan
koperasi dan usaha kecil-menengah melalui pembinaan pengembangan koperasi
dan UKM secara umum dalam  pelaksanaan ekonomi kerakyatan guna
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan  serta kegiatan-kegiatan produktif yang
mempunyai nilai tambah; Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi  produktif
dan efisien dalam bentuk koperasi dan UKM melalui perluasan wawasan pengetahuan,  organisasi, manajemen usaha, dan pengalaman untuk meningkatkan kualitas pelayanan  kepada anggota masyarakat sehingga dapat meningkatkan keyakinan masyarakat dan  dunia usaha lainnya untuk menanamkan investasi pada koperasi dan UKM

Dinas Koperasi dan Usaha kecil Menengah (UKM) Provinsi Riau mencatat, dari 4.865 unit koperasi yang ada di Riau, sekitar 30 persen di antaranya kini berlabel tak aktif. Masih banyaknya koperasi di Riau yang tidak aktif harus segera dicari jalan keluarnya. Untuk itu harus diberikan pembinaan dan pelatihan agar mendorong yang tidak aktif kembali aktif lagi,” ujar Wakil Gubernur Riau, Mambang Mit, saat membuka acara Sosialisasi dan Pembinaan Perkoperasian Bagi Camat se-Riau di Pekanbaru, Selasa (29/11/2011).
koperasi di Riau jika diberdayakan punya potensi besar. Dia mencontohkan beberapa koperasi besar di Riau yang mampu memberikan kesejahteraan kepaa para anggotanya. Yakni KUD Sawit Jaya di Kampar yang punya aset Rp 20 milar dengan opmzet mencapai Rp 131 miliar. KUD Tani Bahagia di Indragiri Hulu asetnya Rp 19 miliar dengan omzet Rp 60 miliar. Dan KUD Langgeng di Kuantana Singingi yang asetnya tembus Rp 215 miliar dengan omzet mencapai Rp 261 miliar.  
“Sekarang saja jumlah anggota koperasi mencapai 600 ribu orang. Artinya sekitar 10 persen penduduk di Riau merupakan anggota koperasi. Jika ini diberdayakan maka bisa menimbulkan efek yang besar utamanya dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran di Riau,” kata Mambang.
Sementara Deputi Bidang Penguatan Kelembagaan Kementerian Kopetasi dan UKM RI, Untung Tri Basuki, menilai selain lemahnya SDM dalam menjalankan koperasi, sulitnya menembus akses pasar jadi masalah utama koperasi di Indonesia.
“Selain itu soal pembiayaan juga jadi masalah utama. Memang ini persoalan klasik yang dari dulu masih terjadi, maka harus dicarikan solusinya secara kontinyu lewat program pembinaan yang berkelanjutan dan menjalin kemitraan dengan lembaga pembiayaan,” ungkapnya.  
Untuk menutupi lemahnya akses pembiayaan, Untung berharap, dukungan perbankan kepada dunia koperasi lewat pinjaman lunak dan proses yang mudah. Pasalnya, selama ini koperasi masih banyak yang kesulitan menembus akses perbankan karena terbentur syarat yang ketat dari bank.
“Secara nasional ada sekitar 53 juta orang yang tergabung dalam kopperasi, jumlah yang cukup besar jika diberdayakan tentunya punya multiplier effect yang besar. Untuk itu kita harap dukungan perbankan memberi kemudahan bagi koperasi mendapat akses pembiayaan dan memperbaiki manajerialnya,” jelasnya.
Kepala Dinas Koperasi&UKM Provinsi Riau, Raja Indra Bangsawan, mengungkapkan acara sosialisasi dan pembinaan koperasi bagi camat se-Riau sebagai bentuk pembinaan untuk mendorong masyarakat daerah sadar akan pentingnya koperasi. Sekitar 157 camat ikut pembekalan perkoperasian tersebut. 


V.    KESIMPULAN DAN SARAN

Konsep kemandirian, kompetensi inti kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail merupakan substansi pengembangan koperasi sesuai realitas masyarakat Indonesia yang unik. Meskipun perkembangannya saat ini banyak tereduksi intervensi kebijakan dan subordinasi usaha besar. Diperlukan kebijakan, regulasi, supporting movement (bukannyaintervention movement), dan strategic positioning (bukannya sub-ordinat positioning) berkenaan menumbuhkan kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasi-retail yang komprehensif. Paling penting adalah menyeimbangkan kepentingan pemberdayaan ekononomi koperasi berbasis pada sinergi produktif-intermediasi-retail sesuai Ekonomi Natural model Hatta. Sinergi produktif-intermediasi-retail harus dijalankan dalam koridor kompetensi inti kekeluargaan. Artinya, pengembangan keunggulan perusahaan berkenaan inovasi teknologi dan produk harus dilandasi pada prinsip kekeluargaan. Individualitas anggota koperasi diperlukan tetapi, soliditas organisasi hanya bisa dijalankan ketika interaksi kekeluargaan dikedepankan.

Dengan berlakunya otonomi daerah, dunia usaha khususnya koperasi di daerah akan menghadapi  suatu perubahan  besar yang sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha atau persaingan di daerah. Oleh sebab itu, setiap pelaku bisnis di daerah dituntut  dapat beradaptasi menghadapi perubahan tersebut.  Dalam pembangunan koperasi untuk  percepatan ekonomi daerah, sangat perlu adanya kemitraan. Kemitraan  yang dimaksud adalah dalam bentuk partisipasi dari semua unsur yang terkait untuk pengembangan koperasi. Pembangunan koperasi didasari oleh adanya potensi di daerah yang dapat 13mendukung berjalannya koperasi, antara lain: masyarakat, pengusaha (kecil dan menengah), industri rumah tangga, dan untuk daerah pedesaan adanya masyarakat petani.

Alternatif pemberdayaan koperasi di daerah adalah melalui konsep
mekanisme  kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam
bentuk kemitraan usaha. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mempersempit
kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil menengah yang sebagian besar
memayungi masyarakat miskin dengan BUMN dan BUMS.   Dalam pembangunan koperasi untuk percepatan ekonomi daerah,  sangat perlu adanya kemitraan. Kemitraan yang dimaksud adalah dalam  bentuk partisipasi dari semua unsur yang terkait untuk pengembangan koperasi.   Pembangunan koperasi didasari oleh adanya potensi di daerah yang dapat   mendukung berjalannya koperasi, antara lain: masyarakat, pengusaha  (kecil dan menengah), industri rumah tangga, dan untuk daerah pedesaan  adanya masyarakat petani.


5.1. Kesimpulan

1.    Identifikasi tersebut belum mewakili seluruh kondisi pelaksanaan pengendalian anggota pada koperasi. Namun demikian, tidak dipungkiri pengendalian anggota ini merupakan kondisi ideal yang diperlukan untuk mendukung pengembangan koperasi.

2.    Pengendalian anggota pada koperasi, tetap dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menyusun kebijakan pembangunan koperasi. Disadari hasil kajian ini kurang memadai untuk menyusun suatu kebijakan, dan juga tidak lepas dari berbagai kekurangan. Tetapi sumbangsih yang kecil ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal besar.


3.    Pengendalian anggota pada koperasi melalui rapat anggota dapat terlaksana dengan baik, apabila setiap anggota menyimak dengan baik materi laporan pengurus. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan rapat anggota belum mengindikasikan pengendalian anggota terhadap koperasi, kehadiran anggota pada umumnya hanya sekedar memenuhi qorum agar rapat anggota dapat dilakukan.






5.2    Saran

1.    Perangkat organisasi koperasi yaitu rapat anggota, pengurus, pengawas, manajer, dan karyawan memiliki tugas untuk mengembangkan koperasi. Oleh sebab itu18 disarankan agar ditumbuhkan kerjasama yang baik dan harmonis agar hubungan timbal balik antara ketiga unsur dapat menumbuhkan sinergi yang efektif.

2.    Anggota sebagai pemilik harus terlibat secara aktif dalam perumusan tujuan koperasi, agar yang ditetapkan jelas, rasional, managable, dan terukur, serta mampu mengawasi jalannya koperasi dengan megacu pada koridor nilai, norma, dan prinsip koperasi, serta selalu mengutamakan kepentingan anggota. Program dan kegiatan yang ditetapkan juga harus sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anggota. Dilain pihak anggota sebagai pengguna diharapkan berpartisipasi aktif dalam segala kegiatan usaha koperasi.

3.    Pengelola koperasi dalam melaksanakan operasional koperasi harus terarah dan terinci, agar pelaksanaan kegiatan koperasi dapat dipertanggungjawabkan dengan baik kepada anggota. Demikian juga pengurus dan pengawas harus menjalankan manajemen koperasi, program kerja, dan tugas-tugas yang diemban dengan baik sesuai dengan keinginan anggota.
















DAFTAR PUSTAKA

Basri. Y.Z., 2003, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, dalam
Usahawan Indonesia No 03/TH.XXXII Maret 2003, Lembaga Manajemen
FE-UI, Jakarta: halaman 49-55. 
Basri M, 2007., Desa dan   Kemiskinannya,  http://www.kompas.com/kompascetak/0703/30/Jabar/11719. htm, 

Capra, Fritjof. 2003. The Hidden Connections: A Science for Sustainable Living. Flamingo.
Dekopin. 2006. Program Aksi Dekopin. Jakarta.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun I No. 7. September.
Mubyarto. 2003.Dari Ilmu Berkompetisi ke Ilmu Berkoperasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II. No. 4. Juli.

Anonymus, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 25 Tahun 1992, Tentang
Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I. Jakarta

-------------, (1995). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 9 Tahun 1995, Tentang Usaha Kecil. Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil,. Ditjen Pembinaan
Koperasi Perkotaan. Jakarta.

Sabtu, 14 Januari 2012

blog gue juga ada lagu romanitis abissss..... reason is you,,,,,,

I'm not a perfect person
There's many things I wish I didn't do
But I continue learning
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you

I'm sorry that I hurt you
It's something I must live with everyday
And all the pain I put you through
I wish that I could take it all away
And be the one who catches all your tears
That's why I need you to hear

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you

And the reason is you
And the reason is you
And the reason is you

I'm not a perfect person
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you

I've found a reason to show
A side of me you didn't know
A reason for all that I do
And the reason is you

Jumat, 13 Januari 2012

Puding Pisang Panggang

Filed under: Bubur / Kolak,Buka Puasa,KUE-KUE,Menu,Puding — vinosa @ 3:04 am
Puding Pisang Panggang
Puding Pisang Panggang
Bahan :
  • 4 buah (500 gr) pisang raja atau barangan yang masak pohon, kupas, potong melintang 1/2 cm
  • 100 gr nangka, potong kasar
  • 125 gr gula jawa, sisir
  • 400 ml santan dari 1 butir kelapa parut
  • 5 butir telur ayam, kocok
  • 50 gr gula pasir
  • 1/4 sdt garam
  • 2 lembar daun pandan, potong 2 cm
Pelengkap :
  • 1 liter es krim vanili
  • 1 sdt kayu manis bubuk
Cara Membuat :
  1. Masak gula bersama santan hingga mendidih dan gula larut. Angkat, saring.
  2. Kocok telur bersama gula dan garam.
  3. Campur gula santan dengan telur kocok, pisang, nangka, kurma, dan daun pandan.
  4. Tuang ke dalam mangkuk-mangkuk tahan panas bervolume 100 ml. Kukus dalam dandang panas hingga matang.
  5. Dinginkan. Sajikan bersama es krim dan taburi kayu manis bubuk.
Untuk : 10 mangkuk
Kalori per mangkuk : 340
Resep : Majalah Femina

NII WAKTU GUE,,,,, ke batam ,,, hehehehe


manisnya rasa kolak,,,, pahitnya rasa hatiku,,,, hahahaha

manis,,, jika dikasih gula,,, tapi kalau pahit dikasih pa???????????????????